TOMOHON,swararakyat.id – Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Pilkada 2024 yang tengah disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi salah satu topik berita menarik media di Indonesia, termasuk www.mkri.id, portal yang dikelola Humas lembaga peradilan itu.
Salah satu yang jadi topik beritanya adalah saat sidang kedua PHP Pilwako Tomohon yang disidangkan pada Rabu (22/1/2025) oleh panel tiga dan dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Dalam edisi Kamis (23/1/2025) www.mkri.id menulis persidangan perkara bernomor registrasi PHPU.WAKO-XXIII/2025 itu dengan judul KPU Tomohon Bantah Tuduhan ASN Beri Dukungan pada Petahana
Pemberitaan oleh media internal MK ini jadi menarik, karena khusus menyorot Tomohon, meskipun di hari yang sama, ada perkara PHP lain dari Sulawesi Utara (Sulut) yang ikut disidangkan.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah meregistrasi 309 perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) 2024 pada Jumat (3/1/2025). Dari total tersebut, 23 di antaranya merupakan perkara PHP Gubernur dan Wakil Gubernur. Sedangkan untuk PHP Walikota dan Wakil Walikota sebanyak 49 perkara, dan 237 lainnya merupakan perkara PHP Bupati dan Wakil Bupati.
Total perkara yang teregistrasi tersebut merupakan hasil penyaringan dari 314 permohonan yang diajukan ke MK. Sebagian permohonan diajukan secara daring (online) melalui simpel.mkri.id. Sebagian lainnya diajukan secara luring atau secara langsung di Gedung MK, Jakarta.
Begini ulasan berita mkri: Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tomohon membantah dugaan keterlibatan ASN dalam mendukung petahana melalui pesan “Info Pemkot Tomohon” yang tersebar dalam grup WhatsApp (WAG). Bantahan tersebut disampaikan selaku posisinya sebagai Termohon dalam sidang pemeriksaan perkara Nomor 23/PHPU.WAKO-XXIII/2025 yang dilaksanakan Hakim Panel 3, yaitu Hakim Konstitusi Arief Hidayat, bersama Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih pada Rabu (22/1/2025) di Ruang Sidang Pleno MK.
Kuasa hukum Termohon, Ruhermansyah menjelaskan bahwa dugaan pelanggaran pemilihan yang didalilkan Pemohon hanyalah asumsi dan tidak berpengaruh langsung terhadap perolehan hasil maupun terhadap perubahan perolehan hasil dari salah satu peserta pemilihan. Termohon menilai Pemohon hanya mengaitkan penghitungan suara dengan cara mengurangi perolehan suara Pihak Terkait sebagai peraih suara terbanyak pada lokus-lokus dugaan pelanggaran. Termohon berpendapat hal ini jelas merupakan dalil dan tuntutan yang mengada-ada.
Terkait WAG “info Pemkot Tomohon”, Termohon mengaku tidak tahu menahu dan tidak ada hubungannya dengan WAG tersebut. Namun, untuk menanggapi tuduhan tersebut, Termohon menyampaikan bahwa WAG itu hanyalah merupakan sekumpulan nama dan nomor telepon, dimana foto-foto, simbol oknum lurah dan camat tersebut tidak terkait atau ada hubungan langsung dengan pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara yang telah dilaksanakan oleh Termohon.
Kemudian, terhadap penggantian pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) menjelang Pemilukada Kota Tomohon Tahun 2024, Termohon menilai tidak memiliki kapasitas untuk menjawabnya. Namun demikian untuk menanggapi dalil permohonan, Termohon menjelaskan bahwa tidak terdapat rekomendasi dari Bawaslu kepada Termohon atas dugaan tersebut.
Selain itu, Ruhermansyah menegaskan, bahwa selama ini proses tahapan berlangsung tanpa ada rekomendasi dan/atau putusan Bawaslu yang bersifat final yang menyatakan bahwa telah terjadi pelanggaran administrasi pemilihan yang Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM). “Maka Dalam hal ini, tuduhan Pemohon terkait penggantian pejabat ASN oleh Pasangan Calon Nomor Urut 3 tidak memenuhi kriteria tersebut,” tandasnya.
Pihak Terkait Duga Pihak Pemohon Mengintimidasi ASN

Sementara Pihak Terkait, Pasangan Caroll Joram Azarias Senduk dan Sendy Gladys Adolfina Rumajar melalui kuasa hukumnya, Ralph Poluan membantah dugaan Pemohon adanya ketidaknetralan dan keterlibatan ASN. Pihak Terkait menilai bahwa dalil itu keliru, karena dapat dibuktikan pengambilan foto Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Tomohon yang memakai baju dinas PNS dan menunjukkan gestur huruf ‘C’ yang identik dengan gestur dukungan terhadap Paslon 3 atas nama Caroll-Sendy, tersebut dilakukan pada tanggal 15 Juli 2024 sebelum Pihak Terkait mendaftar dan ditetapkan sebagai Pasion.
“Bagi kami Pemohon gagal menunjukkan bagaimana keberadaan grup WAG ‘info Pemkot Tomohon’ tersebut mempengaruhi hasil perolehan secara signifikan dan berdampak masif. Sebaliknya, kami menemukan fakta justru pihak Pemohonlah yang dekat dengan para ASN yang mendukungnya dan melakukan intimidasi terhadap ASN yang tidak mendukungnya di beberapa kegiatan kampanye. Kami juga menemukan bukti di mana ada ASN yang terlibat langsung dan pasang badan membela Pemohon sebagai Paslon 2,” ungkap Reynold.
Pihak Terkait juga menjelaskan bahwa pergantian pejabat menjelang Pemilukada 2024 dilakukan sesuai prosedur yang berlaku. Pihak Terkait menyatakan bahwa pelantikan terhadap 78 ASN telah dilaksanakan pada 21 Maret 2024. Dengan demikian, pergantian tersebut masih berada di luar batas waktu enam bulan sebelum penetapan.
Bawaslu Tegaskan Sudah Tindak Lanjuti Laporan

Bawaslu Kota Tomohon, yang diwakili oleh Stenly Kowass, menyampaikan bahwa Bawaslu telah memberikan intruksi kepada jajaran adhoc yang bertugas di TPS untuk melaksanakan proses pemungutan dan penghitungan suara sesuai dengan aturan yang berlaku dan beretika.
Selain itu, Bawaslu Kota Tomohon juga telah menegaskan kepada KPU untuk memperhatikan setiap masukan yang disampaikan oleh Bawaslu serta menindaklanjuti saran dan perbaikan terkait basis data penyelenggara pemilu. Basis data tersebut harus mencakup informasi mengenai penyelenggara yang pernah direkomendasikan oleh Bawaslu Kota Tomohon atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota badan adhoc KPU Kota Tomohon.
Kemudian terkait dengan laporan dugaan pelanggaan-pelanggaran pemilihan, di antaranya adanya pelantikan mutas/pergantian jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Tomohon yang dilakukan Petahana, Bawaslu Kota Tomohon telah melakukan pemanggilan dan klarifikasi terhadap pelapor, terlapor, serta ahli. Proses tersebut kemudian dilanjutkan dengan pembahasan kedua bersama Sentra Gakumdu, di mana hasil klarifikasi dan keterangan ahli telah dianalisis lebih lanjut. Hingga pada akhirnya proses penanganan dugaan pelanggaran dihentikan karena tidak memenuhi unsur tindak pidana pemilihan sebagaimana diatur dalam Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Pemilihan.(*)