MANADO,swararakyat.id- Sebagai wujud konsistensinya terhadap pemberantasan korupsi, khususnya di Sulawesi Utara, LSM Rakyat Anti Korupsi (Rako) siap menyerahkan data penyaluran Corporate Social Responsibility (CSR) Bank SulutGo (BSG) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Informasi soal data penyaluran CSR inilah yang semula diminta Rako ke BSG dan berujung pada laporan ke Komisi Informasi Provinsi (KIP) Sulawesi Utara.
Endingnya, KIP memutuskan informasi tersebut wajib diserahkan BSG ke Rako, karena bukan merupakan data yang dikecualikan dirahasiakan.
Sengketa ini berujung pada penetapan eksekusi yang dikeluarkan Pengadilan Negeri (PN) Manado setelah permasalahan tersebut berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Oleh PN Manado, BSG hanya diberi waktu hingga 24 Oktober 2025 untuk menjalankan putusan KIP ini, dengan ancaman jika tak melaksanakan, maka diperhadapkan dengan konsekuensi kurungan badan satu tahun serta denda Rp 5 juta bagi Direksi BSG.
Relaas PN yang memanggil Rako dan BSG, Jumat (17/10/2025) untuk diberikan aanmaining tentang perintah eksekusi itu, ternyata tak diindahkan BSG, sehingga batas akhir 24 Oktober 2025 pun keluar.
Sengketa informasi publik semacam ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam praktiknya, komisi informasi berwenang memutuskan apakah suatu badan publik wajib memberikan data yang diminta pemohon.
Pasal 52 yang bunyinya “Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)”.
Di sinilah dilema BSG itu. Jika tak menyerahkan semua data CSR-nya ke LSM Rako, maka ancaman pidana kurungan selama satu tahun plus denda Rp 5 juta bagi direksi, sudah di ambang pintu.
Sementara, bila diserahkan sesuai permintaan LSM Rako, maka besaran dana serta kepada siapa saja CSR disalurkan, bakal terbuka secara kasat mata. Rako menduga, ada penyimpangan dalam penyalurannya.
Harianto, Ketua LSM Rako, berharap agar putusan hukum yang telah ada dapat segera diimplementasikan tanpa penundaan.
“Apa yang telah tertuang dalam undang-undang agar PN segera melakukan eksekusi terhadap pihak BSG yang tidak ingin memberikan data yang diminta oleh LSM Rako,” jelasnya.
Harianto mewanti wanti agar data yang diminta harus valid karena apabila memalsukan dokumen dapat dipidana menurut KUHP (Pasal 263, 421, 423, 425, 435) dan pemalsuan dokumen serta penyalahgunaan jabatan ada ancaman pidana penjara hingga 6 tahun.
Harianto mempertanyakan pertanggungjawaban atas dana CSR BSG yang disebutnya mencapai sekitar Rp. 40 miliar per tahun.
Nilai tersebut, menurutnya, terungkap dalam fakta persidangan Komisi Informasi Publik (KIP) baru-baru ini.
“Dalam fakta persidangan KIP, disebutkan nilai CSR mencapai Rp. 40 miliar per tahun dan dalam tiga tahun saja sudah Rp. 120 miliar. Itu yang sedang kami kejar, siapa yang sebenarnya menikmati dana sebesar itu, apakah dana tersebut benar-benar disalurkan untuk kepentingan masyarakat?,” kata Harianto Nanga, Minggu (12/10).
Dia menegaskan, berdasarkan keterangan dalam sidang, penanggung jawab penyaluran dana CSR adalah pemegang saham Bank SulutGo, yang mayoritas terdiri dari pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, pemerintah daerah se-Provinsi Sulawesi Utara, pemerintah Provinsi Gorontalo dan beberapa kabupaten di Provinsi Gorontalo.
Menurutnya, mekanisme penyaluran CSR yang diterapkan Bank SulutGo berpotensi keliru.
“CSR adalah tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat, bukan untuk pemegang saham. Pemegang saham hanya berhak atas dividen, bukan CSR,” ujarnya.
Harianto juga menekankan bahwa penggunaan dana CSR bersifat publik dan harus terbuka sesuai Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU No. 14 Tahun 2008).
“Kenapa ini kami kejar? Karena CSR adalah hak publik. Publik berhak tahu ke mana dana tersebut disalurkan,” tambahnya.
Berdasarkan data yang dihimpun, penyaluran CSR oleh Bank SulutGo dalam beberapa tahun terakhir tercatat sebagai berikut:
- 2 Maret 2016 – Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara menerima 1 unit mobil Avanza sebagai bagian dari program CSR Bank SulutGo.
- 14 Juli 2018 – Pemerintah Kota Manado menerima CSR senilai Rp120 juta dalam rangka HUT ke-395 Kota Manado di Lapangan Sparta Tikala.
- 13 November 2021 – Pemerintah Provinsi Gorontalo menerima dana CSR sebesar Rp 1,2 miliar dari Bank SulutGo.
Rako mendesak pihak BSG dan pemerintah daerah selaku pemegang saham untuk membuka laporan penyaluran CSR secara transparan agar publik dapat mengetahui alokasi dan manfaat dana tersebut.
Pihak BSG berita ini diterbitkan belum memberikan tanggapan resmi terkait tudingan dan permintaan klarifikasi dari Rako.
“Bila data real CSR itu sudah kami kantongi sesuai perintah eksekusi PN,langkah berikutnya adalah menyerahkannya ke KPK, biar lembaga negara ini yang memprosesnya. Apakah ada penyimpangan, termasuk person atau lembaga yang terlibat di dalamnya, biar diurus sama KPK. Tugas Rako sebagai LSM antikorupsi hanya sampai di situ. Selanjutnya, biar masyarakat Indonesia yang mengawasi proses penanganannya,” tutup Harianto, Rabu (22/10/2025).(*)

